Berada di rumah dalam waktu yang cukup lama membuat saya
tergelitik (ceilah tergelitik!) untuk menuliskan sesuatu yang “agak berbobot”
di blog. Dan topik tulisan jatuh pada tingginya penggunaan kendaraan bermotor,
tepatnya sepeda motor di beberapa kota Indonesia, termasuk Yogyakarta. Well,
saya sendiri merupakan salah satu di antara jutaan pengguna sepeda motor di
Kota Yogyakarta. Tidak dapat dipungkiri, sepeda motor memang memberikan banyak
manfaat dan keuntungan yang tidak dapat diberikan oleh moda transportasi
lainnya. Kemudahan yang diberikan oleh produsen sepeda motor untuk memiliki
kendaraan ini, membuat masyarakat memilihnya sebagai moda transportasi
sehari-hari. Selain itu, memang ada
beberapa alasan yang membuat sepeda motor tampak lebih “appealing” dibandingkan pilihan moda transportasi lain di
Yogyakarta. Karena itulah, tak heran jika saat ini sepeda motor semakin
membanjiri jalan-jalan di kota yang memiliki julukan kota pelajar ini.
Lalu kenapa? Apa masalahnya? Memangnya kalo penggunaan
sepeda motor tinggi itu bakalan kenapa? Bagi sebagian orang, mungkin hal ini
tidak menjadi masalah. Karena toh juga mereka beli pakai uang mereka sendiri,
tidak ada yang melarang, dan tidak merepotkan orang lain. Trus kenapa sih ini
harus jadi masalah?!?
Seperti yang kita ketahui (anggep aja semua yang baca ini
tau), pemerintah berusaha untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi
umum. Kenapa? Ya karena penggunaan kendaraan pribadi itu akan membawa masalah
tersendiri buat sistem transportasi suatu wilayah. Pemerintah tidak mungkin
menyediakan prasarana transportasi untuk memenuhi demand yang begitu tinggi dari penggunaan kendaraan pribadi ini.
Akibatnya, muncullah masalah seperti tundaan di beberapa ruas jalan dengan volume kendaraan yang tinggi. Keadaan
akan semakin parah jika tundaan yang terjadi semakin tinggi. Kalian tentu tidak
ingin kan menghabiskan waktu 1 jam hanya untuk menempuh perjalanan sejauh 5 km
saja? Atau harus melewatkan lebih dari 2 siklus lampu lalu lintas? Mungkin
beberapa dari kalian sudah mulai merasa kalau kondisi lalu lintas di Kota
Yogyakarta sekarang ini kian memburuk (harusnya sih ngerasa ya). Beberapa ruas
jalan mulai tidak mampu menampung volume lalu
lintas yang sudah melebihi kapasitasnya, terlebih di waktu-waktu peak hours. Mengapa ini terjadi? Apakah
ini salah pak polisi yang ga bisa ngatur lalu lintas dengan benar? Ato salah
pemerintah yang ga mampu menyediakan jalan yang lebih lebar dan lapang? Balik
lagi ke masalah awal. Ya karena masyarakat lebih memilih untuk beraktivitas dengan
menggunakan kendaraan pribadi. Sementara kondisi prasarana jalan, tidak mampu
untuk melayani volume lalu lintas
yang melewatinya. Dan itulah yang terjadi kalau kita tetap menggunakan
kendaraan pribadi, yang dalam tulisan ini ditekankan pada penggunaan sepeda
motor.
Sebenarnya dalam masalah ini kita tidak dapat menyalahkan
masyarakat sepenuhnya. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa dengan
banyaknya kemudahan-kemudahan yang ditawarkan sepeda motor, tentu masyarakat
lebih memilih moda transportasi ini. Transportasi umum? Sepeda? Atau jalan
kaki? Oh come on. We already know the current condition, don’t
we? Bisa dikatakan, we don’t have any
choice, but motorcycle. Lalu sebenarnya kenapa sih masyarakat atau kita
lebih memilih sepeda motor? Apa manfaat dan kemudahan-kemudahan yang daritadi
saya singgung itu? Melalui tulisan ini, saya akan mencoba menjabarkan
alasan-alasan dibalik pemilihan sepeda motor sebagai moda transportasi
masyarakat di Kota Yogyakarta versi saya.
Pertama, because it is
cheap. Yap, masuk akal bila dikatakan bahwa moda transportasi sepeda motor
relatif murah. Apalagi sistem pembayaran kredit yang ditawarkan produsen,
membuat hampir semua kalangan masyarakat dapat memilikinya dengan mudah. Harga
bahan bakar pun juga relatif terjangkau. Tetapi sebenarnya masyarakat perlu
lebih teliti lagi terhadap external costs
yang dimiliki sepeda motor ini. Terlepas dari biaya perawatannya, ada biaya safety yang perlu dipertimbangkan
disini. Sepeda motor adalah salah satu moda transportasi yang paling tidak
aman. Jumlah kecelakaan kendaraan di Indonesia mayoritas melibatkan sepeda
motor (well, I don’t have to write any
references for this statement rite? Because I am too lazy for retrieving where
I got these informations). Karena itulah sepeda motor sangat tidak
disarankan sebagai moda transportasi masyarakat. Bahkan di banyak negara maju,
sepeda motor tidak diperbolehkan penggunaannya kecuali untuk kendaraan dengan
kapasitas lebih dari 250 cc.
Kedua, because it is
so flexible. Ketiga, because we all
have such complex mobility in a day. Untuk kedua alasan ini, saya memilih
untuk membahasnya secara bersamaan karena ya memang kedua hal tersebut
berkaitan satu sama lain. Siapa sih yang ga setuju kalau kita semua membutuhkan
moda transportasi yang fleksibel? Kita butuh moda transportasi yang bisa
mengantar kita point-to-point. Kalau
kita ingin pergi ke kampus ya kalau bisa moda tersebut mampu memindahkan kita
dari depan rumah sampai depan pintu kampus. Kita juga ingin kapan pun kita mau
berangkat, moda tersebut sanggup hadir tanpa membuat kita menunggu. Dan moda
sepeda motor, sanggup memenuhi kondisi tersebut. Terlebih lagi, kondisi lalu
lintas dan bentuk fisik kota yang masih cukup didominasi jalan-jalan kecil,
semakin membuat sepeda motor lebih unggul dibandingkan moda transportasi lain.
Kemudian, sebagian dari masyarakat termasuk saya, memiliki kegiatan yang cukup
kompleks. Maksudnya, dalam satu hari, kita tidak hanya melakukan perjalanan
dari poin A ke poin B saja (A-B-A), namun bisa dari poin A lalu ke B lalu ke C
lalu ke D (A-B-C-D-A), atau malah perjalanan yang lebih rumit seperti dari poin
A ke B, lalu kembali ke A, lalu pergi lagi menuju poin C lalu ke poin D
(A-B-A-C-D-A), dan sebagainya. Intinya dalam beraktivitas, kita membutuhkan
perjalanan ke beberapa tempat yang berbeda. Dan lagi-lagi, sepeda motor mampu
hadir sebagai moda transportasi masyarakat with
these kind of mobility.
Ketiga, because it is
accessible. Bagi sebagian masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di sub-urban, transportasi umum adalah
suatu hal yang langka. Faktor seperti urban
sprawl, residential choice, atau
memang posisi Kota Yogyakarta sebagai pusat layanan bagi kawasan sekitarnya, memaksa
kaum sub-urban untuk berkomuter ke
pusat kota. Sementara itu, sistem transportasi umum di Yogyakarta memang masih
belum menjangkau seluruh wilayah. Akibatnya, sepeda motor menjadi pilihan untuk
perjalanan mereka. Di sisi lain, standar jarak maksimal orang Indonesia untuk
berjalan kaki adalah sekitar 500 meter. Dengan kondisi layanan transportasi
umum saat ini dan standar jarak maksimal untuk berjalan kaki tersebut, menurut
saya sebenarnya sebagian dari kita bisa mengakses layanan transportasi umum.
Terlebih bagi kita yang memang tinggal di kawasan perkotaan (perlu studi lebih
lanjut mengenai jangkauan layanan transportasi umum perkotaan saat ini). Akan
tetapi, ya karena satu hal dan hal lain (mungkin alasan nomor 1 atau 2 yang
sudah saya sebutkan sebelumnya), kita jadi lebih memilih untuk menggunakan
sepeda motor.
Terakhir, because some
people need it to work. Sebagian masyarakat kita memiliki usaha dagang yang
berbekal sepeda motor untuk menjajakan dagangannya. Pernah melihat penjual
bakso tusuk, mainan anak, atau makanan lain di sekolah-sekolah? Ato orang-orang
dengan pekerjaan yang mengharuskan mereka membawa barang yang cukup besar? Bagi
kelompok masyarakat ini, tentu kendaraan umum bukanlah pilihan moda
transportasi yang tepat. Selain itu kelompok masyarakat ini pun juga tidak
dapat afford kendaraan roda empat
alias mobil. Oleh karena itulah, mereka memilih sepeda motor sebagai moda
transportasi utama mereka yang sekaligus bisa dijadikan “lapak” jualan mereka.
Padahal muatan berlebih pada sepeda motor tentunya akan menambah tingkat
ketidakamanan dari moda transportasi ini. Terlebih lagi, selain akan
membahayakan keselamatan dari pengendara sepeda motor itu sendiri, membawa
muatan berlebih juga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.
Saya mengakui jika alasan mengapa sepeda motor lebih
dipilih oleh masyarakat memang tidak dapat dijelaskan hanya dengan 4 poin yang
saya sebutkan di atas. Rantai yang menghubungkan alasan pemilihan moda memang
cukup kompleks. Tapi bukan tidak mungkin untuk dijelaskan dan diteliti lebih
lanjut. Sehingga harapannya, solusi-solusi yang ditawarkan dapat mengacu pada
akar permasalahannya. Sekian celotehan dari saya. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf. Terimakasih.
No comments:
Post a Comment